Minggu, 29 April 2012

Manusia dan Pandangan Hidup

Manusia dan Pandangan Hidup

A.    Pengertian Pandangan Hidup

Pandangan hidup bersifat kodrati, karena itu menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.

Pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu :
(A) Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya
(B) Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang tendapat pada negara tersebut.
(C) Pandangan hidup hasil renungan  pandangan hidup yang relatif kebenarannya.

Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Cita - cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebajikan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.

B.     Cita – Cita
 
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita­cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain: cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.

Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu  disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehinga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita­cita  ingin menjadi dokter, ia belum sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita. Itu baru dalam taraf angan-angan.

Ada tiga faktor dalam pencapaian yang dicita-citakan, yaitu:

1.      Faktor manusia
Mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas manusia. Karena ada orang yang tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Sebaliknya dengan anak yang berkemauan keras ingin mencapai apa yang dicita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya.

2.      Faktor kondisi
Faktor ini yang mempengaruhi tercapainya  cita-cita, pada  umumnya dapat disebut yang menguntungkan dan yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menhambat merupakan kondsi yang merintangi tercapainya suatu cita-cita.

3.      Faktor tingginya cita-cita
Pepatah mengatakan “bayang-bayang setinggi badan”, artinya mencapai cita-cita sesuai kemampuan dirinya. Anjuran ini menyebabkan seseorang bertahap mencapai apa yang didam-idamkan. Pada umunya dilakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat itu serta kondisi yang dilalui. Contohnya seperti kondisi ini :
Pada mulanya Basir adalah seorang pedagang kecil, pedagang kaki lima. Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil maka dengan susah payah diperolehnya keuntungan yang berani. Karena itu dengan hematnya disisihkan uang keuntungannya untuk memperbesar modalnya. Hal itu berhasil diperolehnya. sehingga dengan modal yang lebih besar ia dapat menjadi pedagang menengah. Dan dengan ketekunannya lagi dilanjutkan kegiatannya dalam dagang. Dengan kejujuran serta kesungguhannya dapatlah ia memperbesar usahanya melalui kredit yang dipercayakan bank kepadanya. Dengan pengalaman sebagai bekal, kesungguhan serta kepercayaan yang dapat diberikan kepada relasinya, Basir berhasil menjadi pedagang besar. Cita-citanya berangsur dari pedagang kecil kepedagang menengah dan akhirnya tercapai menjadi pedagang besar.

Suatu cita-cita tidak hanya dimiliki oleh individu, masyarakat dan bangsapun memiliki  cita­cita juga. Cita­cita suatu bangsa merupakan keinginan atau tujuan suatu bangsa. Misalnya bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang merupakan sarana untuk menjadi suatu bangsa yang masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran.

C.    Kebajikan
 
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika.

Manusia sebagai mahluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang karena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani juga fasilitas alam sekitarnya seperti tanah, air, tumbuh­tumbuhan dan sebagainya.

Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu manusia sebagai makhluk pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat dan manusia sebagai makhluk Tuhan.

Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus  dinilai dan diukur menurut suara atau pendapat umum. Disini tidak berani bahwa pendapat umum atau kepentingan umum itu di atas segala-galanya, sehingga suara hati, pendapat atau kepentingan  diperkosa begitu saja. 

Sebagai mahluk Tuhan, manusiapun harus mendengarkan suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang tidak baik. Jadi, untuk mengukur perbuatan baik buruk, harus kita dengar pula suara Tuhan atau kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan berbentuk hukum Tuhan atau hukum agama.

Jadi kebajikan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebajikan berani berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya.

Namun ada pula kebajikan semu, yaitu kejahatan yang berselubung kebajikan. Kebajikan semu ini sangat berbahaya, karena pelakunya orang-orang munafik, yang bermaksud mencari keuntungan diri-sendiri.

Kebajikan manusia nyata dan dapat dirasakan dalam tingkah lakunya. Karena tingkah laku bersumber pada pandangan hidup, maka sesuap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri sehingga tingkah laku setiap orang berbeda-beda.
Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal, yaitu:
1.      Faktor pembawaan ( heriditas )
2.      Faktor lingkungan ( environment )
3.      Faktor pengalaman

D.    Usaha / Perjuangan

Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras.

Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karena itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu.

Dalam agamapun diperintahkan untuk kerja keras. Sebagaimana hadist yang diucapkan Nabi Besar Muhammad S.A.W. yang ditujukan kepada para pengikutnya: "Bekerjalah kamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan beribadahlah kamu seakan­akan kamu akan mati besok. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’du ayat 11 : "sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Dari hadist dan  ini dapat dinyatakan bahwa manusia perlu kerja keras untuk memperbaiki nasibnya sendiri.

          Karena manusia itu mempunyai rasa kebersamaan dan belas kasihan (cinta kasih) antara sesama manusia, maka ketidakmampuan atau kemampuan terbatas yang menimbulkan perbedaan tingkat kemakmuran itu dapat diatasi bersama-sama secara tolong menolong, bergotong­royong. Apabila sistem ini diangkat ke tingkat organisasi negara, maka negara akan mengatur usaha/perjuangan warga negaranya sedemikian rupa, sehingga perbedaan  tingkat kemakmuran antam sesama warga negara dapat dihilangkan atau tidak terlalu mencolok. Keadaan ini dapat dikaji melalui pandangan hidup/ideologi yang dianut oleh suatu negara.

E.     Keyakinan / Kepercayaan

Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuaasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.

1.      Aliran Naturalisme

Aliran naturalisme berintikan spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Lalu mana yang benar? Yang benar adalah keyakinan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan Tuhan ada. Bagi yang tidak yakin, dikatakan  tidak ada yang ada hanya natur.

            Bagi yang percaya Tuhan, Tuhan itulah kekuasaan tertinggi. Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan. Karena itu manusia mengabdi kepada Tuhan berdasarkan ajaran-ajaran Tuhan yaitu agama. Ajaran agama itu ada dua macam yaitu :
1.   Ajaran agama dogmatis, yang disampaikan oleh Tuhan melalui nabi­nabi. Ajaran agama yang dogmatis bersifat mutlak (absolut), terdapat dalam kitab suci A1-Quran dan Hadist. Sifatnya tetap, tidak berubah-ubah.
2.   Ajaran agama dari pemuka-pemuka agama, yaitu sebagai hasil pemikiran manusia, sifatnya relatif (terbatas). Ajaran agama dari pemuka­pemuka agama termasuk kebudayaan, terdapat dalam buku-buku agama yang ditulis oleh pemuka­pemuka agama. Sifatnya dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Apabila aliran naturalisme ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari Tuhan. Jadi, pandangan hidup dilandasi oleh ajaran­ajaran Tuhan melalui agamanya. Manusia yakin bahwa kebajikan itu diridhoi oleh Tuhan, pandangan hidup yang dilandasi keyakinan bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang menentukan segala-galanya disebut pandangan hidup religius (keagamaan).

Sebaliknya, apabila manusia tidak mengakui adanya Tuhan, natur adalah kekuatan  tertinggi, maka keyakinan itu bermula dari kekuatan natur. Pandangan hidupnya dilandasi oleh kekuatan natur. Manusia yakin bahwa kebajikan adalah kebajikan natur. Pandangan hidup yang dilandasi oleh kekuatan natur sifatnya atheisme. Ini disebut pandangan hidup komunis.

2.      Aliran Intelektualisme

Dasar aliran ini adalah logika/akal. Manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir. Mana yang benar menurut akal itulah yang baik, walaupun bertentangan dengan kekuatan hati nurani. Manusia yakin bahwa dengan kekuatan pikir (akal) kebajikan itu dapat dicapai dengan sukses. Dengan akal diciptakan teknologi. Teknologi adalah alat bantu mencapai kebajikan yang maksimal, walaupun mungkin teknologi memberi akibat yang bertentangan dengan hati nurani.

Akal berasal dari bahasa Arab, artinya kalbu, yang berpusat di hati, sehingga timbul istilah“hati nurani”, artinya daya rasa Di Barat hati nurani ini menipis, justru yang menonjol adalah akal yaitu logika berpikir. Karena itu aliran ini banyak dianut di kalangan Barat. Di Timur orang mengutamakan hati nurani,yang baik menurut akal belum tentu baik menurut hati nurani.

Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal. Jadi pandangan hidup ini dilandasi oleh keyakinan kebenaran yang diterima akal. Benar menurut akal itulah yang baik. Manusia yakin bahwa kebajikan hanya dapat diperoleh dengan akal (ilmu dan teknologi). Pandangan hidup ini disebut liberalisme. Kebebasan akal menimbulkan kebebasan bertingkah laku dan berbuat, walaupun tingkah laku dan perbuatan itu bertentangan dengan hati nurani. Kebebasan akal lebih ditekankan pada setiap individu, karena itu individu yang berakal (berilmu dan berteknologi tinggi) dapat menguasai individu yang berpikir rendah (bodoh).

3.      Aliran Gabungan

Dasar aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan, yang menentukan benar tidaknya sesuatu. Segala sesuatu dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun sebagai rasa (haiti nurani). Jadi, apa yang benar menurut logika berpikir juga dapat diterima oleh hati nurani.

Apabila aliran ini dihubungkan dengan pandangan hidup, maka akan timbul dua kemungkinan pandangan hidup. Apabila keyakinan lebih berat didasarkan pada logika berpikir, sedangkan hati nurani dinomor duakan, kekuatan gaib dari Tuhan diakui adanya tetapi tidak menentukan, dan logika berpikir tidak ditekankan pada logika berpikir individu, melainkan logika berpikir kolektif (masyarakat), pandangan hidup ini disebut sosialisme.

F.     Langkah-Langkah Berpandangan Hidup yang Baik

Manusia pasti mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita memperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan sebagainya.

Akan tetapi yang terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup. Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah kita dapat memperlakukan pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik. Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
-          Mengenal
-          Mengerti
-          Menghayati
-          Meyakini
-          Mengabdi
-          Mengamankan

( Sumber : bab8-manusia_dan_pandangan_hidup.pdf )

Sabtu, 28 April 2012

Manusia dan Keadilan

Manusia dan Keadilan
 
A.    Pengertian Keadilan
-     Menurut Aristoles
Keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan  diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrern itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggan terhadap proporsi tersebut berani ketidak adilan.

-         -    Plato

Keadilan diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.

-        -   Socrates

Keadilan pada pemerintahan. Keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.

-        -  Kong Hu Cu

Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah diyakini atai disepakati.

-        -  Pendapat Umum

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadan bila setiap setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.

Makna Keadilan

Adalah suatu hak yang didapatkan tetapi tidak hanya menuntut hak, tetapi jangan lupa menjalankan kewajiban. Jika lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita akan mengarah pada pemerasan dan memperbudak orang lain. Sebaiknya pula jika kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak orang lain.

Contoh Keadilan

Seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya untuk cenderung  disebut memeras.Oleh karena itu,untuk memperoleh keadilan, misalnya kita menuntut kenaikan upah gaji, sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan presentasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.

B.     Keadilan Sosial

Dalam sila kelima Pancasila, berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam dokumen lahirnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutnya prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul tersebut terlihat adanya pembauran pengertian kesejahteraan dan keadilan. 

Untuk mewujudkan keadilan sosial, diperinci perbuatan dan sikap yang perlu dipupuk, yaitu :
  1.  Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
  2. Sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
  3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
  4. Sikap suka bekerja keras.
  5. Sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
1.   Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2.      Pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3.      Pemerataan pembagian pendapatan.
4.      Pemerataan kesempatan kerja.
5.      Pemerataan kesempatan berusaha.
6.    Pemerataan kesempatan berpatisipasi dalam pembangunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8.      Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

C.    Berbagai Macam Keadilan

·         Keadilan Legal atau Keadilan Moral

Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik menurut kemampuannya.

Ketidakadilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas­tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.

·         Keadilan Distributif

Aristoles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan  yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagaí contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,­ maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.

·         Keadilan Komutatif

Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

D.    Kejujuran

Kejujuran atau jujur artinya sesuai dengan kenyataan yang ada apabila berbicara. Sedangkan kenyataan yang ada adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti berhati bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum.

Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takut terhadap kcsalahan atau dosa.

Adapun kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik buruk. Disitu manusia dihadapkan kepada pilihan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun dapat dilakukan. Dalam hal ini kita melihat sesuatu yang spesifik atau khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada soal tentang jujur dan tidak jujur, patut dan tidak patut, adil dan tidak adil, dan sebagainya.

Kejujuran bersangkut erat dengan masalah nurani. Menurut M .Alamsyah dalam bukunya Budi Nurani, filsafat berfikir, yang disebut nurani adalah sebuah wadah yang ada dalam perasaan manusia. Wadah ini menyimpan suatu getaran kejujuran, ketulusan dalam meneropong kebenaran lokal maupun kebenaran Illahi. (M.Alamsyah, l986:83). Nurani yang diperkembangkan dapat menjadi budi nurani yang merupakan wadah yang menyimpan keyakinan. Jadi getaran kejujuran ataupun ketulusan dapat ditingkalkan menjadi suatu keyakinan, dan atas diri keyakinannya maka seseorang diketahui kepribadiannya. Orang yang memiliki ketulusan tinggi akan memiliki keyakinan yang matang, sebaliknya orang yang hatinya tidak bersih dan mau berpikir curang, memiliki kepribadian yang buruk dan rendah dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan. 

Bertolak ukur hati nurani, seseorang dapat ditebak perasaan moril dan susilanya, yaitu perasaan yang dihayati bila ia harus menentukan pilihan apakah hal itu baik atau buruk, benar atau Salah. Hati nurani bertindak sesuai dengan  kebenaran akan menjadikan manusianya memiliki kejujuran, ia akan menjadi manusia jujur. Sebaliknya orang yang secara terus menerus berpikir atau bertindak bertentangan dengan hati nuraninya akan selalu mengalami konflik batin, ia akan terus mengalami ketegangan, dan sifat kepribadiannya yang semestinya tunggal jadi terpecah. Keadaan demikian sangat mempengaruhi pada jasmani maupun rokhaninya yang menimbulkan penyakit psikoneorosa. Perasaan etis atau susila ini antara lain wujudnya sebagai kesadaran akan kewajiban, rasa keadilan ataupun ketidakadilan. Nilai-nilai etis ini dikaitkan dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

E.     Kecurangan

Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya yang identik dengan ketidakjujuran dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar.

Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi  mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu dalam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.

F.     Pemulihan Nama Baik

Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.

Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya. 

Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a.       Manusia menurut sifat dasarnya adalah mahluk moral
b.      Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.

Pada hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatannya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai dengan ahlak.

Ahlak berasal dari bahasa Arab akhlaq bentuk jamak dari khuluq dan dari akar kata  akhlaq yang berarti penciptaan. Oleh karena itu, tingkah laku dan perbuatan manusia harus disesuaikan dengan penciptanya sebagai manusia. Untuk itu, orang harus bertingkah laku dan berbuat sesuai dengan ahlak yang baik.

Untuk memulihkan nama baik, manusia harus bertobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku sopan, ramah, berbuat budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesama hidup yang perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrh, takwa kepada Tuhan dan mempunyai sikap rela, tawakkal, jujur, adil, dan budi luhur selalu dipupuk.

G.    Pembalasan

Pembalasan ialah suatu rekasi atas perbuatan orang lain, reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.

Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. Di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa dan ini merupakan pembalasan.

Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahat mendapat balasan yang bersahabat. Seballiknya, pergaulan yang penuh dengan kecurigaan mennimbulkan balsan yang tidak bersahabat pula.

( Sumber : bab7-manusia_dan_keadilan.pdf )

Kamis, 26 April 2012

Manusia dan Penderitaan

Manusia dan Penderitaan

A.     Pengertian Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau batin, atau lahir batin.
Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan. Namun peranan individu juga menentukan berat-tidaknya intensitas penderitaan. Suatu peristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pu1a suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Pengertian akan dialami oleh semua orang, hal itu sudah merupakan “risiko” hidup. Tuhan memberikan kesenangan atau kebahagiaan kepada umatnya, tetapi juga memberikan penderitaan atau kesedihan yang kadang-kadang bermakna agar manusia sadar untuk tidak memalingkan dariNya. Untuk itu pada umumnya manusia telah diberikan tanda wangsit sebelumnya, hanya saja mampukah manusia menangkap atau tanggap terhadap peringatan yang diberikanNya? Tanda atau wangsit demikian dapat berupa mimpi sebagai pemunculan rasa tidak sadar dari manusia waktu tidur, atau mengetahui melalui membaca koran tentang terjadinya penderitaan. Kepada manusia sebagai sebagai homo religius Tuhan telah memberikannya banyak kelebihan dibandingkan dengan mahluk ciptaannya yang lain, telapi mampukah manusia mengendalikan diri untuk melupakannya? Bagi manusia yang tebal imannya musibah yang dialaminya akan cepat dapat menyadarkan dirinya untuk bertobat kepadaNya dan bersikap  pasrah akan nasib yang ditentukan Tuhan atas dirinya. Kepasrahan karena yakin bahwa kekuasaan Tuhan memang jauh lebih besar dari dirinya, akan membuat manusia merasakan dirinya kecil dan menerima takdir. Dalam kepasrahan demikianlah akan diperoleh suatu  kedamaian dalam hatinya, sehingga secara berangsur akan berkurang penderitaan yang dialaminya, untuk akhirnya masih dapat bersyukur bahwa  tidak memberikan cobaan  yang lebih berat dari yang dialaminya.
Baik dalam A1 Quran maupun kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia atau berisi peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umunya manusia kurang memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.
Hal itu misalnya dalam surat A1.Insyiqoq:6 (q) dinyatakan “manusia ialah mahluk yang hidupnya penuh perjuangan. Ayat tersebut harus diartikan, bahwa manusia harus bekerja keras untuk dapat melangsungkan hidupnya. Untuk kelangsungan hidup ini manusia harus menghadapi alam (menaklukan alam), menghadapi masyarakat sekelilingnya, dan tidak lupa untuk taqwa terhadap Tuhan. Apabila manusia melalaikan salah satu darinya, atau kurang sungguh­sungguh menghadapinya, maka akibatnya manusia akan menderita. Bila manusia itu sudah berkeluarga, maka penderitaan juga dialami oleh keluarganya. Penderitaan semacam itu karena kesalahannya sendiri.
Berbagai kasus penderitaan terdapat dalam kehidupan. Banyaknya macam kasus penderitaan sesuai dengan liku-liku kehidupan manusia. Bagaimana manusia menghadapi penderitaan dalam hidupnya?  Penderitaan  yang dialami manusia tentulah diatasi secara medis untuk mengurangi atau menyembuhkannya. Sedangkan penderitaan psikis, penyembuhannya terletak pada kemampuan si penderita dalam menyelesaikan soal-soal psikis yang dihadapinya. Para ahli lebih banyak membantu saja. Sekali lagi semuanya itu merupakan “risiko” karena seseorang mau hidup. Sehingga enak atau tidak enak, bahagia alau sengsara  merupakan dua sisi atau masalah yang wajib diatasi.

B.     Sikasaan
Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani, dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rokhani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah penderitaan.
Di dalam kitab suci diterangkan jenís dan ancaman siksaan yang dialami manusia di akhirat nanti, yaitu siksaan bagi orang-orang musyrik,  dengki,  mencuri, makan harta anak yatim, dan sebagainya. Antara lain, ayat 40 sural Al Ankabut menyatakan :
“masing-masing bangsa itu kami sìksa dengan ancaman siksaan, karena dosa­dosanya. Ada diantaranya kami hujani dengan battu-batu kecil seperti kaum Aad, ada yang diganyang dengan halilintar bergemuruh dahsyat seperti kaum Tsamud, ada pula yang kami benamkan ke dalam tanah sepeni Qorun, dan ada pula yang kami tenggelamkan seperti kaum Nuh”.
Dengan siksaan-siksaan itu, Allah tidak akan menganiaya mereka, namun mereka jualah yang menganiaya diri sendiri, karena dosa-dosanya.
Siksaan yang dialami manusia dalam kehidupan sehari-hari banyak terjadi dan banyak dibaca di berbagai media massa. Bahkan kadang-kadang ditulis di halaman pertama dengan judul huruf besar, dan kadang­kadang disertai gambar si korban.
Berita mengenai siksaan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah harian ibu kota (pos kota) halaman pertama isinya sebagian besar adalah mengenai siksaan, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, perampokan, dan sebagainya. Dengan demikian jelaslah di satu pihak kasus siksaan, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan  merupakan sumber keuntungan.
Siksaan yang sifatnya psikis misalnya :

1.  Kebimbangan dialami oleh seseorang bila ia pada suatu saat tidak dapat menentukan pilihan mana yang akan diambil. Misalnya pada suatu saat apakah seseorang yang bimbang itu pergi atau tidak, siapakah dari kawannya yang akan dijadikan pacar tetapnya. Akibat dari kebimbangan seseorang berada dalam keadaan yang tidak menentu, sehingga ia merasa tersiksa dalam hidupnya saat itu. Bagi orang yang lemah berpikirnya, masalah kebimbangan akan lama dialami, sehingga siksaan itu berkepanjangan. Tetapi bagi orang yang kuat berpikirnya ia akan cepat mengambil suatu keputusan, sehingga kebimbangan akan cepat dapat diatasi.
2.  Kesepian dialami oleh seseorang mcrupakan rasa sepi dalam dirinya sendiri atau jiwanya walaupun ia dalam lingkungan orang ramai. Kesepian ini tidak boleh dicampur adukkan dengan keadaan sepi seperti yang dialami oleh petapa atau biarawan yang tinggalnya ditempat yang sepi. Tempat mereka memang sepi tetapi hati mereka tidak sepi. Kesepian juga merupakan salah satu wujud dari siksaan yang dapat dialami oleh seseorang.
3.      Ketakutan merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar-besarkan yang tidak pada tempatnya, maka disebut sebagai phobia. Pada umumnya orang memiliki satu atau lebih phobia ringan seperti takut pada tikus, ular, serangga dan lain sebagainya. Tetapi pada sementara orang ketakutan itu sedemikian hebatnya sehingga sangat mengganggu. Seperti pada kesepian, ketakutan dapat juga timbul atau dialami seseorang walaupun lingkungannya ramai, sebab ketakutan merupakan hal yang sifatnya psikis. Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan, antara lain :
-       Claustrophobia dan Agoraphobia
Cloustrophobia adalah rasa takut terhadap ruangan tertutup. Agoraphobia adalah ketakutan
yang disebabkan seseorang berada di tempat terbuka.
-       Gamang
Ketakutan bila seseorang di tempat yang tinggi. Hal itu disebabkan, karena ia takut akibat berada di tempat yang tinggi. Misalnya seseorang harus melewati jembatan yang sempit, sedangkan dibawahnya air yang mengalir, atau seseorang takut meniti dinding tembok dibawahnya.
-       Kegelapan
Suatu ketakutan seseorang bila ia berada di tempat yang gelap. Sebab dalam pikirarmya dalam kegelapan demikian akan muncul sesuatu yang ditakuti, misalnya setan, pencuri. Orang yang demikian menghendaki agar ruangan tempat tidur selalu dinyalakan lampu yang terang.
-       Kesakitan
Ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang akan dialami. Seseorang yang takut diinjeksi sudah beneriak­teriak sebelum jarum injeksi ditusukkan ke dalam tubuhnya. Hal itu disebabkan karena dalam pikirannya semuanya akan menimbulkan kesakitan.
-       Kegagalan
ketakutan dari seseorang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalankan mengalami kegagalan. Seseorang yang patah hati tidak mudah untuk bercinta kembali, karena takut dalam percintaan berikutnya juga akan terjadi kegagalan, trauma yang pemah dialaminya telah menjadikan dirinya ketakutan kalau sampai terulang lagi.

C.     Kekalutan Mental
Penderitaan batin dalam ilmu psikologi dikenal sebagai kekalutan mental. Secara lebih sederhana kekalutan mental dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidakmampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah secara kurang wajar.

Gejala-­gejala permulaan bagi seseorang yang mengalami kekalutan mental adalah :
a.       Nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing, sesak napas, demam, nyeri pada lambung.
b.   Nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati, apatis, cemburu, mudah marah.

Tahap-tahap gangguan kejiwaan adalah :
a.       Gangguan kejiwaan nampak dalam gejala-gejala kehidupan si penderita baik jasmani maupun rokhaninya.
b.      Usaha mempertahankan diri dengan cara negatif, yaitu mundur atau lari, sehingga cara bertahan dirinya salah; pada orang yang tidak menderita gangguan kejiwaan bila menghadapi persoalan, justru lekas memecahkan problemnya, sehingga tidak menekan perasaannya. Jadi bukan melarikan diri dari persoalan, tetapi melawan atau memecahkan persoalan.
c.       Kekalutan merupakan titik patah (mental breakdown) dan yang bersangkutan mengalami gangguan.

Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental, dapat banyak disebutkan antara lain sebagai berikut :
a.       Kepribadian yang lemah akibat kondisi jasmani atau mental yang kurang sempuma; hal-hal tersebut sering menyebabkan yang bersangkutan merasa rendah diri yang secara berangsur-angsur akan menyudutkan kedudukannya dan menghancurkan mentalnya.
b.      Terjadinya konflik sosial budaya akibat norma berbeda antara yang bersangkutan dengan apa yang ada dalam masyarakat, sehingga ia tidak dapat menyesuaikan diri lagi; misalnya orang pedesaan yang berat menyesuaikan diri dengan kehidupan kota, orang tua yang telah mapan sulit menerima keadaan baru yang jauh berbeda dari masa jayanya dulu.
c.       Cara pematangan batin yang salah dengan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap kehidupan sosial; over acting sebagai overcompensatie.

Proses­proses kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorongnya ke arah:
a.       Positif : trauma (Iuka jiwa) yang dialami dijawab secara baik sebagai usaha agar tetap survive dalam hidup, misalnya melakukan sholat tahajut waktu malam hari untuk memperoleh ketenangan dan mencari jalan keluar untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya, ataupun melakukan kegitan yang positif setelah kejatuhan dalam kehidupan.
b.      Negatif : trauma yang dialami diperlarutkan atau diperturutkan, sehingga yang bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa yang diinginkan.
Bentuk frustasi antara lain;
-       Agresi berupa kemarahan yang meluap-luap akibat emosi yang tidak terkendali dan secara fisik berakibat mudah terjadinya hypertensi (tekanan darah tinggi).
-       Regresi adalah kembali pada pola reaksi primitif atau kekanak-kanakan (infantil), misal menjerit-jerit.
-       Fiksasi adalah peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap), misalnya dengan membisu.
-       Proyeksi merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain, seperti kata pepatah: awak yang tidak pandai menari, dikatakan lantai yang berjungkit.
-       Identifikasi adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasnya, misalnya dalam hal keecantikan yang bersangkkutan menyamakan dirinya dengan bintang film.
-       Narsisme adalah self love yang berlebihan, sehingga yang bersangkutan merasa dirinya lebih superior daripada orang lain.
-       Autisme adalah gejala menutup diri secara total dati dunia riil, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, yang puas dengan fantasinya sendir dan menjurus ke sifat sinting.

Penderita kekalutan mental banyak terdapat dalam lingkungan seperti:
1.      Kota-kota besar
2.      Anak-anak muda
3.      Wanita
4.      Orang yang tidak beragama
5.      Orang yang terlalu mengejar materi

D.     Penderitaan dan Perjuangan
Penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekwensi manusia hidup, bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Karena itu manusia hidup tidak boleh pesimis, yang menganggap hidup sebagai rangkaian penderitaan. Manusia harus optimis, ia harus berusaha mengatasii kesulitan hidup. Allah berfirman dalam surat Arra’du ayat 11, bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang kecuali orang itu sendiri yang berusaha merubahnya.
Pembebasan dari penderitaan pada hakekatnya meneruskan kelangsungan hidup. Caranya ialah berjuang menghadapi tantangan hidup dalam alam lingkungan, masyarakat sekitar, dengan waspada, dan disertai doa kepada supaya terhindar dari bahaya dan malapetaka. Manusia hanya merencanakan dan Tuhan yang menentukan. Kelalaian manusia merupakan sumber malapetaka yang menimbulkan penderitaan. Penderitaan yang terjadi selain dialami sendiri oleh yang bersangkutan, mungkin juga dialami oleh orang lain. Bahkan mungkin terjadi akibat perbuatan atau kelalaian seseorang, orang lain atau masyarakat menderita.
Apabila kita memperhatikan dan membaca riwayat hidup para pemimpin bangsa, orang­orang besar di dunia, sebagian dari kehiduparmya dilalui dengan penderitaan dan penuh perjuangan. Pemimpin kita Bung Karno dan Bung Hatta berapa lama mendekam dalam penjam kolonial karena perjuangarmya memendekakan bangsa. Demikian juga pemimpin-pemimpin kita yang lain.

E.     Penderitaan, Media Massa dan Seniman
Media massa merupakan alat yang paling tepat untuk mengkomunikasikan peristiwa-peristiwa penderitaan manusia secara tepat kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat dapat segera menilai untuk menilai untuk menentukan sikap antara sesama manusia terutama bagi yang merasa simpati. Tetapi tidak kalah pentingnya komunikasi yang dilakukan seniman melalui karya seni, sehingga para pembaca, penontonnya dapat menghayati penderitaan sekaligus keindahan karya seni. Sebagai contoh bagaimana penderitaan anak bernama Arie Hangara yang mati akibat siksaan orangtuanya sendiri yang difilmkan dengan Judul “Arie Hangara”.

F.      Penderitaan dan Sebab-sebabnya
1.      Penderitaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia
2.      Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan / azab Tuhan

G.    Pengaruh Penderitaan
Orang yang mengalami penderitaan mungkin akan memperoleh pengaruh bermacam-macam dan sikap dalam dirinya. Sikap yang timbul dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif. Sikap negatif misalnya penyesalan karena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, ingin bunuh diri. Sìkap ini diungkapkan dalam peribahasa “sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”, “nasi sudah menjadi bubur”. Kelanjutan dari Sikap negatif ini dapat timbul Sikap anti, misalnya anti kawin atau tidak mau kawin, tidak punya gairah hidup.
Sikap positif yaitu sikap optimis mengatasi penderitaan hidup, bahwa hidup bukan rangkaian penderitaan, melainkan perjuangan membebaskan diri dari penderitaan, dan penderitaan itu adalah hanya bagian dari kehidupan. Sikap positif biasanya kreatif, tidak mudah menyerah, bahkan mungkin timbul sikap keras atau sikap anti, misalnya anti kawin paksa, ia berjuang menentang kawin paksa; anti ibu tiri, ia berjuang melawan sikap ibu tiri; anti kekerasan, ia berjuang menentang kekerasan, dan lain-lain.
Apabila sikap negatif dan sikap positif ini dikomunikasikan oleh para seniman kepada para pembaca, penonton, maka para pembaca, para penonton akan memberikan penilaiannya. Penilaian itu dapat berupa kemauan untuk mengadakan perubahan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat dengan tujuan perbaikan keadaan. Keadaan yang sudah tidak sesuai ditinggalkan dan diganti dengan keadaan yang lebih sesuai. Keadaan yang berupa hambatan harus disingkirkan.

( sumber : bab6-manusia_dan_penderitaan.pdf )